Rabu, 20 Juni 2012

laporan gas ethylene


Laporan Praktikum                                         Hari/Tanggal  : Selasa/ 24 April 2012
Teknologi Penyimpanan                                Golongan/Kelompok : P4/5
dan Penggudangan                                         Dosen :         Ir. Sugiarto, M.Si
                                                                                             Dr.Indah Yuliasih
                                                                                             Ir. Ade Iskandar, M.Si
                                                                         Asisten :
1.      Fika Aras Ardita   F34080016
2.      Irvan Nova Sagita F34080108

PENGARUH GAS ETHYLENE DAN OXYGEN SCAVANGER
 PADA BEBUAHAN SELAMA PENYIMPANAN

Disusun oleh :
                                                  Wening Rizkiana       F34100139
                                                  Daniel Kristianto       F34100151
                                                  Yudha Yaniari           F34100157
                  




2012
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Buah merupakan salah satu komoditi pertanian yang sangat potensial, karena buah-buahan sangat diminati oleh masyarakat dari berbagai kalangan dan berbagai generasi. Buah sangat diminati karena selain rasanya yang enak dan menyegarkan, di dalam buah terkandung berbagai vitamin dan mineral yang tidak diproduksi di dalam tubuh, yang sangat bermanfaat untuk menunjang kesehatan dan kebugaran.
            Buah dibedakan menjadi dua macam, yaitu: buah klimakterik dan buah non klimakterik. Buah klimakterik adalah buah yang mengalami lonjakan respirasi dan produksi etilen setelah dipanen. Sedangkan buah non klimakterik adalah buah yang tidak mengalami lonjakan respirasi maupun etilen sehingga ketika dipanen buah non klimakterik harus dipanen pada saat matang utuh, hal ini berbeda dengna buah non klimakterik yang harus mengalami pemeraman untuk mencpai kematangan.
Buah-buahan merupakan bahan pangan yang memiliki arti penting sebagai sumber vitamin, mineral dan zat lain untuk menunjang kecukupan gizi tubuh. Buah dapat dikosumsi baik dalam keadaan masih mentah maupun sudah mencapai kematangan. Namun, sebagian besar buah yang dikonsumsi adalah buah yang sudah matang. Dalam peningkatan hasil buah yang matang baik secara kualitas dan kuantitas dapat dilakukan dengan substansi tertentu yaitu zat pengatur pertumbuahan ethilen. Peranan ethylene dalam pematangan buah dapat diatur konsentrasinya guna mempercepat pematangan buah atau bahkan mencegah produksi dan aktifitas etilen dalam usaha penyimpanan buah-buahan.

B. Tujuan
   Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gas etilen terhadap perubahan mutu bebuahan selama penyimpanan, mengidentifikasi pengaruh KMnO4 terhadap perubahan mutu bebuahan selama penyimpanan, mengidentifikasi pengaruh oxygen scavenger terhadap perubahan mutu bebuahan selama penyimpanan, menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai untuk komoditi bebuahan.
II. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
            Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain gelas ukur, pnetrometer, neraca timbangan, pH meter, mortar, dan colorimeter.  Sedangkan bahan-bahan yang digunakan yaitu bebuahan utuh seperti pisang dan tomat, larutan deterjen, karbit, vitamin C, KMnO4, kertas saring, dan kantong plastik LDPE.
B. Metode
Bebuahan utuh dengan ukuran sama disiapkan
Dikemas dengan kantong plastik LDPE
Dimasukkan karbit yang telah dibungkus
Dimasukkan vitamin C yang telah dibungkus
Dimasukkan KMNO₄ yang telah dibungkus
Di sealing, dan disimpan pada suhu ruang
Di sealing, dan disimpan pada suhu ruang
Di sealing, dan disimpan pada suhu ruang
Perubahan diamati 2 hari sekali selama 1 minggu
Perubahan diamati 2 hari sekali selama 1 minggu
Perubahan diamati 2 hari sekali selama 1 minggu
Dicuci dengan detergen
 
















III. PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
            [ Terlampir ]
B. Pembahasan
   Bebuahan adalah komoditi holtikultura yang mudah rusak dan memiliki kualitas pasar yang tinggi jika dalam keadaan segar. Kualitas buah sangat ditentukan oleh sifat fisik, morfologis dan mekanis. Penampakan buah dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban ruang simpan, kerusakan awal saat panen dan perlakuan, serangan hama dan penyakit, proses respirasi dan transpirasi dalam buah serta ketersediaan enzim-enzim perombak dalam buah (Winarno 1992).
            Buah diklasifikasikan berdasarkan laju respirasinya menjadi buah klimakterik dan non klimakterik. Buah klimakterik adalah buah yang mengalami lonjakan respirasi dan produksi etilen setelah dipanen. Sedangkan buah non klimakterik adalah buah yang tidak mengalami lonjakan respirasi maupun etilen sehingga ketika dipanen buah non klimakterik harus dipanen pada saat matang utuh, hal ini berbeda dengna buah klimakterik yang harus mengalami pemeraman untuk mencapai kematangan.
Untuk membedakan buah klimaterik dari buah non-klimaterik adalah responnya terhadap pemberian etilen yang merupakan gas hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan dan mempunyai pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah non-klimaterik akan bereaksi terhadap pemberian etilen pada tingkat manapun baik pada tingkat pra-panen maupun pasca panen. Sedangkan buah klimakterik hanya akan mengadakan reaksi respirasi bila etilen diberikan dalam tingkat pra klimakterik dan tidak peka lagi terhadap etilen setelah kenaikan respirasi dimulai. (Pantastico, 1993).

Buah klimaterik ditandai dengan peningkatan CO2 secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan.
Awal respirasi klimaterik diawali pada fase pematangan bersamaan dengan pertumbuhan buah sampai konstan. Biasanya laju kerusakan komoditi pasca panen berbanding langsung dengan laju respirasinya, walaupun tidak selalu terdapat hubungan konstan antara kapasitas etilen yang dihasilkannya dengan kemampuan rusaknya suatu komoditi.
Buah-buahan klimakterik yang sudah mature, selepas dipanen, secara normal memperlihatkan suatu laju penurunan pernafasan sampai tingkat minimal, yang diikuti oleh hentakan laju pernafasan yang cepat sampai ke tingkat maksimal, yang disebut puncak pernafasan klimakterik. Bila buah-buahan klimakterik berada pada tingkat maturitas “kemrampo” yang tepat, dikspos selama beberapa saat dengan konsentrasi ethylene yang lebih tinggi dari threshold minimal, maka terjadilah rangsangan pematangan yang tidak dapat kembali lagi (irreversiable ripening). Yang termasuk buah klimakterik diantaranya adalah alpukat, pisang, nangka, jambu, mangga, pepaya, markisa. Sedangkan buah non klimakterik mete, jeruk, lemon, lychee, nanas.
Pada buah-buahan non klimakterik terjadi hal yang berbeda artinya tidak memperlihatkan terjadinya hentakan pernafasan klimakterik. Meskipun buah-buahan tersebut diekspose dengan kadar ethylene kecil saja, laju pernafasan, kira-kira sama dengan kadar bila terekspose ethylene ruangan, kalau ada tingkatan laju pernafasan hanya kecil saja. Tetapi segera setelah itu laju pernafasan kembali lagi pada laju kondisi istirahat normal, bila kemudian ethylene nya ditiadakan. Dengan ekspos ethylene terjadilah suatu respon yang kira-kira mirip dapat diamati. Dalam suatu buah yang telah mature (tetapi belum matang) terjadilah perubahan parameter yang dialami buah seperti mislnya degreening atau hilangnya warna hijau. Meskipun secara ilmiah dan physiologis dapat ditunjukkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi yang memungkinkan untuk melakukan klasifikasi sifat dan tabiat buah-buahan lepas panen, tetapi parameter yang sangat mudah dan lebih bermanfaat dan bermakna bagi konsumen adalah parameter perubahan lain yang lebih praktis sifatnya yang terjadi selama proses pematangan. Parameter-parameter yang dimaksud adalah : terjadinya pelunakan sera terjadinya sintesa karotinoid. Demikian juga halnya dengan terjadinya perubahan warna eksternal seperti terjadinya pemecahan (breakdown), khlorophyl, sehingga membuka tabir lapisan karotenoid dalam kulit pisang, terjadinya perubahan dari warna hijau menjadi kuning
Demikian halnya dengan terjadinya perubahan-perubahan internal dalam buah terhadap komposisi yang dikandungnya. Seperti misalnya pemecahan pati menjadi sukrosa dan gula pereduksi serta turunnya kandungan dalam buah. Dan khususnya dalam pengembangan timbulnya sifat karakteristik flavor buah-buahan. Perubahan mana juga terjadi bila buah-buahan klimakterik tua (mature) dieksposa dengan gas ethylene. Sesungguhnya penting untuk diamati bahwa pengeluaran gas ethylene juga terjadi sewaktu buah menjadi matang. Pengeluaran ethylene dari dalam buah merupakan salah satu karakteristik dari proses pematangan buah.
Meskipun secara ilmiah dan physiologis dapat ditunjukkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi yang memungkinkan untuk melakukan klasifikasi sifat dan tabiat buah-buahan lepas panen, tetapi parameter yang sangat mudah dan lebih bermanfaat dan bermakna bagi konsumen adalah parameter perubahan lain yang lebih praktis sifatnya yang terjadi selama proses pematangan.
            Etilen adalah suatu gas tanpa warna dengan sedikit berbau manis. Etilen merupakan suatu hormon yang dihasilkan secara alami oleh tumbuhan dan merupakan campuran yang paling sederhana yang mempengaruhi proses fisiologi pada tumbuhan. Proses fisiologi pada tumbuhan antara lain perubahan warna kulit, susut bobot, penurunan kekerasan, dan penurunan kadar gula (Winarno dan Aman 1979). Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi persyaratan sebagai hormon yang dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobile dalam jaringan tanaman, dan merupakan senyawa organik (Winarno dan Aman 1979).
            Etilen dapat mempercepat pematangan buah. Perubahan tingakat keasaman dalam jaringan juga akan mempengaruhi aktivitas beberapa enzim diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang mampu mengkatalis degradasi protopektinyang tidak larut menjadi substansi pektin yang larut. Perubahan komposisi substansi pektin ini akan mempengaruhi kekerasan buah-buahan (Kays 1991).
Gas ethilen memiliki beberapa fungsi yaitu, mendorong pematangan, memberikan pengaruh yang berlawanan dengan beberapa pengaruh dari hormonauksin, mendorong atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar, daun, batang dan bunga, dan merupakan meristem apikal tunas ujung, daun muda, dan embrio dalam biji. Pembentukan ethilen dipengaruhi oleh beberapa faktor, pertama kerusakan mekanis, adanya kerusakan pada jaringan tanaman menyebabkan peningkatan pembentukan ethilen. Produksi ethilen juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu rendah maupun suhu tinggi dapat menekan produk ethilen. Pada kadar oksigen di bawah 2 % tidak terbentuk ethilen, karena oksigen sangat diperlukan. Oleh karena itu suhu rendah dan oksigen rendah digunakan dalam praktek penyimpanan buah-buahan, karena akan dapat memperpanjang daya simpan dari buah-buahan tersebut (Kamarani, 1986).
Proses pematangan pada buah terjadi dalam dua proses. Pertama, etilen mempengaruhi permeabilitas membran sehingga daya permebilitas menjadi lebih besar. Kedua, etilen merangsang sintesis protein yang menyebabkan kandungan protein meningkat. Protein yang terbentuk akan terlihat dalam proses pematagan buah karena akan meningkatkan enzim yang mendorong terjadinya respirasi klimaterik (Wereing dan Phillips, 1970). Klimaterik merupakan suatu fase dimana banyak terjadi perubahan pada buah.  Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan auto stimulation“ dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi (Hall, 1984).  Proses klimaterik dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu klimaterik menaik, pucak klimaterik dan klimaterik menurun (Kusumo, 1990).
Pematangan buah-buahan biasanya juga dipercepat dengan menggunakan karbit atau kalsium karbida. Karbit yang terkena uap air akan menghasilkan gas asetilen yang memiliki struktur kimia mirip dengan etilen alami, zat yang membuat proses pematangan di kulit buah. Proses fermentasi berlangsung serentak sehingga terjadi pematangan merata. Proses pembentukan ethilen dari karbit adalah CaC2 + 2 H2OC2H2 + Ca(OH)2. Dengan penambahan karbit pada pematangan buah menyebabkan konsentrasi ethilen menjadi meningkat. Hal tersebut menyebabkan kecepatan pematangan buah pun bertambah. Semakin besar konsentrasi gas ethilen semakin cepat pula proses stimulasi respirasi pada buah. Hal ini disebabkan karena ethilen dapat meningkatkan kegiatan-kegiatan enzim karatalase, peroksidase, dan amilase dalam buah. Selain itu juga, ethilen dapat menghilangkan zat-zat serupa protein yang menghambat pemasakan buah. Respirasi merupakan proses pemecahan komponen organik (zat hidrat arang, lemak dan protein) menjadi produk yang lebih sederhana dan energi. Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup (Muzzarelli, 1985).
Dalam praktikum ini dilakukan beberapa perlakuan pada penyimpanan buah. Buah yang digunakan adalah tomat dan salak. Buah tomat merupakan tumbuhan yang memiliki siklus hidup singkat. Buah tomat banyak mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan kalori. Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0-1.250 mdpl dan tumbuh optimal di dataran tinggi lebih dari 750 mdpl, sesuai dengan jenis/varietas dengan suhu siang hari 24°C dan malam hari antara 15°C-20°C. Pada temperatur tinggi (diatas 32°C) warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan pada temperatur yang tidak tetap (tidak stabil) warna buah tidak merata. Temperatur ideal antara 24 °C – 28°C. Curah hujan antara 750-125 mm/tahun, dengan irigasi yang baik. Ciri fisik, untuk konsumsi buah berwarna merah masak, untuk dipasarkan sudah cukup tua/bernas (Anonim, 2010). Buah tomat tumbuh pada dataran rendah maupun dataran tinggi dengan kelembabann 80%. Tomat merupakan buah klimakterik, sehingga tomat dapat melakukan proses pematangan setelah proses pemanenan.
Buah salak yang digunakan dalam praktikum ini yaitu jenis Salacca Edulis. Salak (Salacca Edulis) merupakan salah satu buah tropis yang tumbuh pada tanah yang gembur dan beraerasi baik dengan kandungan pasir berkisar 45%– 85%, yaitu tanah dengan tekstur berlempung sampai liat berpasir. Tanaman salak tumbuh dengan baik pada tanah netral (pH 6 – 7), namun demikian tanaman salak dapat tumbuh juga pada tanah dengan keasaman sedang (pH 4.5 – 5.5) atau agak basa dengan pH antara 7.5 hingga 8.5 (Anonim, 2012). Jenis salak ini mempunyai ciri-ciri daun-daunnya pecah berbentuk menyirip, permukaan atas daun berwarna hijau tua mengkilap, permukaan bawahnya berwarna keputih-putihan berlapis lilin (Rukmana, 1999), ukuran buah kecil sampai sedang, bentuk bulat lonjong, warna hitam-kuning, citarasa manis, bersisik tipis, berduri, dan kadar air rendah (Sudjijo, 2002). Masih menurut Sudjijo (2002), daya simpan salak ini adalah 12.5 hari. Buah salak termasuk buah non klimakterik, sehingga hanya dapat dipanen ketika sudah benar-benar matang di pohon.
Pada praktikum ini, salak dan tomat diberi perlakuan sebelum penyimpanan. Salak dan tomat dicuci dengan detergen terlebih dahulu, kemudian di kemas dengan plastik LDPE diseal. Plastik LDPE digunakan karena plastik LDPE dapat mempertahankan kondisi udara di dalam plastik, sehingga metabolisme buah dapat dihambat dan umur simpan buah menjadi lebih lama.
Karbit atau Kalsium karbida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CaC2 (anonim, 2011). Karbit atau kalsium karbida adalah senyawa kimia CaC2, bila terkena air atau uap yang mengandung air akan menghasilkan gas asetilin yang menyebabkan buah cepat matang,  tapi dengan syarat gas ini harus tertutup bukan di tempat terbuka. Zat kimia yang terkandung pada buah bernama etilin, hanya yang terdapat dalam buah adalah zat yang alami.
            Usda (1976) menyatakan bahwa karbit (CaC2) yang berfungsi sebagai etilen buatan pada buah mempercepat proses pematangan buah sehingga akan meningkatkan nilai pH buah selama penyimpanan sedangkan kalium permanganat (KMnO4) dan vitamin C yang berfungsi sebagai bahan penyerap etilen dan oksigen justru akan mempertahankan atau bahkan menurunkan nilai pH buah selama penyimpanan.
            Karbit dalam praktikkum ini berfungsi sebagai sumber etilen yang mempercepat pemasakan buah. Pemberian karbit pada penyimpanan salak berdasarkan data praktikum berpengaruh pada susut bobot, perubahan warna, kekerasan, pH, sensori dan tanda-tanda fisiologi. Susut bobot pada salak sekitar 3%-7% dalam waktu pengamatan selama dua minggu. Penurunan bobot tersebut karena meningkatnya kadar air.Perubahan warna diukur dengan menggunakan colortech, semakin besar angka yang ditunjukkan pada colortech, maka semakin tinggi pula tingkat kecerahan warna pada bebuahan (Umami 2009). Perubahan warna yang terjadi tidak begitu signifikan, dari cokelat hingga kehitam-hitaman. Untuk kekerasan, nilainya semakin hari semakin besar yang menunjukkan buah salak ini semakin lembek. Menurut Hadiwiyoto (1996), nilai kekerasan buah menunjukkan kedalaman jarum yang ditusukkan ke dalam buah. Semakin dalam tusukan atau semakin besar nilai kekerasan buah maka buah tersebut semakin lunak. Kondisi ini berkaitan dengan tanda fisiologis di akhir pengamatan yaitu berair, berlendir, bahkan ada yang busuk yang disebabkan reaksi enzimatis yang terjadi. Sedangkan untuk pH kisarannya adalah 3-4 yang menandakan bahwa buah ini bersifat asam.
Pada tomat, pengaruh karbit ini semakin terlihat signifikan dengan waktu pengamatan selama satu minggu. Penurunan bobot lebih besar daripada salak dan kecerahannya semakin lama semakin memudar, hingga berwarna hitam berlendir. Perubahan warna pada tomat terjadi karena adanya pengaruh dari karbit yang mengandung gas asetilin. Warna tomat yang semula hijau, akan berubah menjadi kuning dan akhirnya akan berwarna merah. Karena proses penyimpanan yang dilakukan terlalu lama, tomat menjadi busuk dan ditumbuhi kapang, sehingga saat pengamatan terakhir tomat berwarna hitam. Penurunan bobot dan lembek berlendir mengakibatkan nilai kekerasan  yang diperoleh dari penetrometer pada tomat lebih besar dari salak. Sedangkan untuk pH kisarannya yaitu 5-6, yang menunjukkan bahwa tomat bersifat tidak terlalu asam. Pengaruh terhadap penyimpanan salak dan tomat ini disebabkan oleh pemberian karbit dalam plastik berisi salak. Karbit akan mempercepat proses pematangan dengan adanya gas asetilin yang berfungsi seperti gas etilen.
Kalium permanganat tersedia sebagai serbuk maupun larutan berwarna violet. KMnO4 merupakan alkali kaustik yang terdisosiasi dalam air membentuk ion permanganat dan mangan oksida bersamaan dengan terbentuknya molekul oksigen elemental. Oleh karena itu, efek utama bahan ini adalah sebagai oksidator. Melalui proses oksidasi, permanganat merupakan bahan aktif beracun yang mampu membunuh berbagai parasit dengan merusak dinding-dinding sel mereka (Anonim, 2012).
KMnO dalam praktikkum ini berfungsi sebagai ethylene scavenger yang menangkap gas etilen yang ada sehingga proses pematangan dapat berlangsung dengan cepat. KMnO4 juga berpengaruh pada penyimpanan salak dan tomat. KMnO4 tidak begitu berpengaruh pada kematangan seperti karbit dengan susut bobot relatif lebih rendah. Sedangkan perubahan warna cukup stabil dengan pH 4-5, bersifat asam. Untuk sensori, sebelum H-3 pengamatan, secara fisiologis buah salak masih segar dan tidak ada bercak, tidak begitu lembek yang terlihat dengan nilai kekerasan yang lebih rendah. Namun pada pengamatan terakhir di H-3, terlihat bercak dan perubahan warna menjadi lebih hitam. Warna hitam ini menandakan mulai tumbuhnya mikroorganisme.
Demikian halnya KMNO4 berpengaruh pada tomat. Pengaruh terhadap susut bobot sangat signifikan yaitu antara 3-43%. Tomat ini menjadi lebih cepat menghasilkan air sehingga kadar airnya meningkat yang menyebabkan buah cepat busuk. Perubahan warna pada tomat yang terjadi awalnya tomat berwarna hijau, ketika matang berwarna orange dan ketika pengamatan terakhir didapati warna tomat kehitam-hitaman disebabkan tomat telah busuk dan telah tumbuh kapang. Kondisi menjelang pembusukan dengan warna kehitam-hitaman ini ditandai dengan kondisinya yang semakin lembek, nilai kekerasan yang tinggi dengan pH antara 5-8 (cenderung basa) dan secara fisiologi nampak berair. Jadi KMNO4 kurang cocok terhadap penyimpanan tomat.
Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air dan memiliki peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit. Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan yang mampu menangkal berbagai radikal bebas ekstraselular. Beberapa karakteristiknya antara lain sangat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam (Anonim, 2012).
Vitamin C pada praktikkum ini berfungsi sebagai oxigen scavenger. Bahan penyerap oksigen adalah suatu bahan yang dpaat menyerap oksigen secara kimiawi. Prinsip kerja dari penyerap oksigen ini adalah terjadinya reaksi antara suatu bahan dengan oksigen di udara sehingga kalor di udara menjadi berkurang (Kays 1991).
Susut bobot pada salak yang mendapat perlakuan vitamin C tidak begitu besar, sehingga dapat dikatakan penyusutannya normal. Nampak kadar air salak ini normal juga. Begitupun dengan perubahan warna yang relatif konstan. Nilai kekerasan salak juga standar, tidak jauh berbeda dengan sebelumnya dengan pH bersifat asam. Secara sensori dan fisiologi, buah salak ini masih bagus kondisi permukaannya dan sedikit bercak. Namun pada hari terakhir pengamatan, buah ini busuk dan berbau menyengat. Hal ini bisa disebabkan oleh jenis salak yang digunakan, atau bisa juga disebabkan oleh karakteristik Vitamin C yang ada yaitu mudah teroksidasi oleh suhu yang tinggi. Jadi, vitamin c tidak begitu berpengaruh pada proses pematangan buah salak, tetapi berpengaruh pada penyerapan oksigen.
Sedangkan pada tomat, susut bobot pada tomat tidak begitu besar. Namun penyusutan ini tetap berpengaruh pada bertambahnya kadar air dalam buah tomat yang nantinya bisa menyebabkan pembusukan. Perubahan warna selama pengamatan juga tidak begitu besar, masih normal dengan kisaran pH 4-5 (bersifat asam). Sedangkan untuk kekerasan, nilainya justru sangat besar. Hal ini bisa disebabkan oleh kondisi fisik tomat yang memang lembek dan penyimpanan yang terlalu lama sehingga pada pengamatan hari terakhir, ada tomat yang busuk. Secara fisiologi, pada tomat yang busuk terlihat warna kehitam-hitaman denga bau busuk dan kecut.
            Kondisi penyimpanan yang sesuai untuk salak adalah penyimpanan dengan KMNO4 dengan penyerapan etilen sehingga mikroorganisme yang tumbuh tidak terlalu banyak bahkan diharapkan sama sekali tidak ada. Di samping itu, penyimpanan dengan Vitamin C lebih sesuai untuk buah salak karena dengan prinsip mengenai penyerap oksigen, tingkat kerusakan buah saat penyimpanan dapat menjadi sangat rendah.
Sedangkan pada salak, kondisi penyimpanan yang sesuai yaitu dengan vitamin C karena pengaruhnya tidak begitu signifikan, sehingga kerusakan buah tomat akibat penyimpanan dapat diminimalkan.
             Pada dasarnya penyimpanan buah sangat dipengaruhi kondisi lingkungan  yang menganRespirasi mengakibatkan perubahan-perubahan pada buah yang akhirnya menyebabkan buah tersebut rusak. Laju respirasi pada buah-buahan dipengaruhi etilen. Hal ini mengakibatkan proses pemasakan berlangsung lebih cepat, dan akhirnya buah lebih cepat busuk. KMnO4 sebagai senyawa penyerap etilen dimasukan kedalam kemasan untuk membentuk kemasan aktif. Asam L-askorbat (vitamin C) dimasukan kedalam Modified Atmosphere Packaging (MAP) dan berfungsi sebagai penyerap oksigen (Widodo 2010)

IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
            Etilen merupakan gas yang berasal dari buah untuk proses pematangan ketika buah telah dipanen. Gas etilen hanya dihasilkan oleh buah klimakterik. Buah berdasarkan respirasinya dibagi menjadi buah klimakterik dan non klimakterik.  Buah klimaterik ditandai dengan peningkatan CO2 secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan. Sedangkan buah non klimakterik adalah buah yang harus dipanen dalam kondisi yang telah masak di pohon.
Dalam praktikum digunakan buah salak dan tomat. Salak termasuk buah non klimakterik, sehingga tidak begitu berpengaruh terhadap adanya karbit sebagai sumber ethylen, dan KMnO sebagai pengikat etilen, maupun vitamin C. Pada tomat, terjadi perubahan yang signifikan, sampai mengalami kebusukan. Ini disebabkan tomat termasuk buh klimakterik yang sangat dipengaruhi gas etilen. Etilen dapat mempercepat kematangan, namun juga berakibat mempercepat kebusukan pada buah klimakterik.

B. Saran
            Dalam penyimpanan buah harus memperhatikan lingkungan penyimpanan. Gas etilen dapat digunakan untuk mempercepat pemetangan buah, namun juga menyebabkan buah cepat busuk.

V. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Proses Pematangan Buah. [terhubung berkala]. www.scribd .com. [9 Mei 2012].
Anonim. 2010. Cara budidaya tanaman tomat yang benar. http://www.blogiztic.net/info/tanaman/cara-budidaya-tanaman-tomat-yang benar.html. (9 Mei 2012).
Hadiwiyoto, Soewedo. 1996. Panduan Praktikum Pengetahuan Bahan. Fakultas Teknologi Pertanian, UGM. Yogyakarta
Hall, J.L. 1984. Plany Cell Structure and Metabolism. England: Language Book society.
Kamarani. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kasmire, R. F. 1985. Preparation for Fresh Market of Vegetables. Postharvest            Technology of Horticultural Crops. Cooperative Extension, University of            Califiornia.
Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. New York : An AVI Book.
Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuhan Tanaman. Jakarta: Yasaguna.
Muzzarelli, R.A.A., Rochetti, R. (1985). Journal of Carbohydrate Polymers. 5, 461–72.
Pantastico et.al. 1973. Postharvest Physiology, Handling, and Utilization of Tropical and Sub-Tropical Fruits and Vegetables. Connecticut : The AVI Publishing Company.
Rukmana, Rahmat. 1999. SALAK: Prospek Agribisnis dan Teknik Usaha Tani. Yogyakarta: PENERBIT KANISIUS.
Sudjijo. 2002. Observasi pembungaan dan pembuahan saak pondoh di balai penelitian tanaman buah solok. Faperta univ muhammad yamin. J. Ilmu Pert. Farming.1(1):136-140.
Umami, Dewi. 2009. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Dalam CaCl2        Terhadap Pematangan Buah Alpukat (Persea americana Mill.). [terhubung berkala]. www.lib.uin-malang.ac.id. [9 Mei 2012].
Usda. 1976. Commercial Storage of Fruits, Vegetables, and Florist and Nursery             Stocks. New York : USDA Agric Handbook.
Wereing, D.F and I. D.J. Phillips. 1970. The Control of Growth and Differentation in Plants. Pergamon Press, New York.
Widodo, Soesiladi. 2010. Pengembangan Penyerap Etilen dan Oksigen sebagai     Bahan Aditif Pada Pengemasan Aktif (Active Packaging) Buah Duku. [terhubung berkala]. www.respoitory.unila.ac.id. [9 Mei 2012].
Winarno, F. G. dan Aman M. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Bogor : Sastra Hudaya.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Randoomm

Lama banget ini blog udah ga kesentuh, gue malah udah hampir lupa kalo masih punya blog hahaha. Yah cuma mau sedikit ngespam aja, menyalurka...